Friday, July 5, 2013

‘Susu Ibu’ Efek Fobia Susu Beracun

Bayi Minum ASI
Menggelikan. Orang dewasa tak mau kalah dengan bayi, minum ASI (Air Susu Ibu). Tidak mengherankan apabila ASI atau ‘Susu Ibu’ ini diminum dalam kemasan (Intermesso : Ngomong - ngomong susu, inget pengen beli Kopi jadinya :D). 

Namun menjadi sebuah hal yang mengusik kemapanan nilai moral, apabila ASI diminum orang dewasa langsung dari ‘botol aslinya,’ yakni dari payudara si empunya!

Tak akan menjadi kontroversi jika si empunya botol adalah istrinya. Tapi menjadi persoalan lain, kalau si empunya botol adalah perempuan yang dipekerjakan khusus untuk menyusui orang dewasa! Tentunya diikuti geliat komersialisasi di dalamnya yang sangat menggiurkan. Namun realitanya penyedia jasa ‘Susu Ibu’ ini mulai populer di China. Lalu kira-kira apa yang melatarbelakangi perilaku ‘Susu Ibu’ di luar mainstream ini?

Trend “Susu Ibu’ di kalangan jetset alias berduit di China belakangan tumbuh seiring meningkatnya OKB (Orang Kaya Baru) di kota-kota metropolitan di negeri itu seperti Shenzhen dan lain-lain. (Fenomena ASI Bagi Orang Dewasa di RRT). 

Seperti layaknya kota metropolitan, tingkat serangan mental semakin tinggi. Persaingan bisnis semakin ketat. Tak pelak lagi banyak pelaku usaha dan pekerjastres akibat berada di bawah tekanan tuntutan pekerjaan yang tinggi. Senafas dengan motto yang diilhami dari strategi perang para Ksatria masa dinasti China jaman dulu, “dunia bisnis adalah medan perang.” Mereka membutuhkan stamina prima. ‘Susu Ibu’ ini dipercaya menjadi salah satu nutrisi tambahan bagi orang dewasa yang dapat meningkatkan kesehatan. Selain itu ‘Susu Ibu’ diklaim lebih berkualitas dan ‘aman,’ manakala produk susu masal diragukan keamanannya, khususnya setelah skandal susu formula bayi terungkap. 

Masih membekas dalam ingatan, skandal susu beracun bermelamin yang pernah melanda dengan hebatnya pada 2008 di China. Tragedi yang menyebabkan keracunan pada lebih dari 300.000 bayi, dan sedikitnya enam bayi meninggal. Wajar preseden itu menjadi mimpi buruk yang terus membayang. Dampaknya muncul keraguan akan kualitas kesehatan makanan, termasuk susu formula yang bukan hanya diperuntukkan bagi bayi. (Ribuan Anak di China Keracunan Susu)

Terbayangkan saat ketidakpercayaan akan ‘sterilnya’ produk susu dalam negri itu, hingga orang-orang mengimpor dari benua biru Eropa, atau paling dekat ke Hongkong. Otoritas Hongkong pun mengeluarkan peraturan ketat di perbatasan terkait jumlah susu kaleng yang diperbolehkan “keluar” pada Maret 2013 lalu. Akibatnya pasokan susu ke China daratan pun terganggu. Seorang teman yang tinggal di salah satu kota disana menceritakan bagaimana susu ‘aman’ menjadi barang langka waktu itu. “Kalau produk internasional cenderung lebih aman,” katanya.

Lalu bagaimana dengan fakta membanjirnya produk-produk susu dan produk lainnya (seperti Kopi Impor, Kopi berbagai jenis dari Indonesia, fiuhhh...) dari negeri tirai bambu yang superior di supermarket-supermarket di tanah air kita? Lebih ekonomis lagi. Seyogyanya kita selalu berhati-hati dan waspada. Waspada terhadap kualitas produk-produknya. Jangan mudah tergiur dengan daya pikat harga murahnya saja, namun kita mesti jeli akan kualitasnya. Ada harga ada rupa. 

Wajib diingat, wujud daging sapi impor telah membuat para pelakunya sengsara, semoga saja susu impor aman dan tidak membuat sengsara para penikmatnya. Laaaah emang hubungannya apa ?

Salam dari Asal.

Wednesday, July 3, 2013

Fathanah Amatir Ala China

Ahmad Fathanah, Playboy Cowboy
Siapa yang tak mengenal nama Ahmad Fathanah. Fathanah yang tersangkut kasus dugaan suap? Fathanah yang melakukan tindak pidana pencucian uang? Fathanah yang ikut 'cawe-cawe' soal kuota impor daging sapi?

Ya. Tetapi saya pikir bukan itu penyebab utama ketenaran Fathanah. Orang lebih familiar mengenal Fathanah karena kepiawaiannya me-manage puluhan wanita-wanita cantik yang mengelilinginya. Itu yang bikin Fathanah popularversi saya. Heheheee…

Meski punya istri cantik yang mendampinginya, Fathanah mampu menyihir sederet wanita masuk dalam pusaran hidupnya. Kecerdikan (baca: kelicikan) Fathanah mengelola uang haramnya, membawa surga hedonis yang (mungkin) menjadi cita-citanya masa kecilnya yang (tidak) bahagia. Kemampuannya ‘menekuk lutut’ wanita, memaksa model Vitalia Shesya memujanya sebagai malaikat, tentunya setelah menerima sejumlah hadiah “wah” darinya.

Merindingnya lagi sang istri Septy Sanustika, mengaku setia mendampinginya meski mengetahui perselingkuhan suaminya dengan banyak wanita. Septy tetap ceria, dan bahkan ‘bergoyang,’ menyanyikan sumpah dan janji setianya untuk suaminya yang ditahan dalam bui.

Mirip namun berbeda nasib dengan Wang Suyi ‘Fathanah’ di China ini. Sama karena tabiat yang ‘demen’ wanita. Sederetan wanita dikoleksinya untuk kesenangan dirinya. Namun berbeda dengan Fathanah yang masih diakui ‘imagenya’ dari para wanitanya, Wang justru sebaliknya. Sial, para wanita simpanan Wang justru yang menjungkalkannya dari kursi jabatannya. Membongkar dan melaporkan kasus korupsinya. 

Alhasil pria usia 52 tahun itu diberhentikan dari posisinya sebagai kepala United Front Work Department di wilayah Inner Mongolia, China. Para wanita simpanan Wang itu menudingnya menerima suap senilai 100 juta yuan. Wah!! Tak lama lagi Wang terancam masuk bui. Dibui oleh ketidakmampuannya me-manage para wanita simpanannya sendiri. Sial !!

Nampaknya Wang Suyi mesti ‘belajar’ banyak dari Fathanah soal meredam wanita. Meredam kekuatannya yang memang luar biasa, dan wanita yang masih mau mendendangkan lagu kesetiaan bagi dirinya, meski dia di dalam bui.

Abie: Aku takut 2x nanti jadi duda lagi
Aku takut 2x nanti ditinggal lagi
Kini aku sendiri di balik terali besi
Jauh dari anak istri…

Septi : Jangan takut 2x aku setia menantii…
Abie: Cukup satu kali aku ada di sini
Ku tak mau tak mau tak mau salah yang kedua kali… Jadi terulang kembali

Septi: Biar abang bersalah aku tetap setia
Biar saja biar saja biar saja biar aku sabar menanti sampai abang kembali…

Berdua: Karna ku tak mau terpisah lagi…

Septi: Jangan takut jangan takut aku setia menantiii…

…………………………………………..

Tulisan ini bukan untuk mengagumi Ahmad Fathanah, karena sejujurnya saya lebih mengagumi wanita daripada pria. Hehehee…. Salam hormat dari Asal untuk semua Wanita, tanpa terkecuali.

*Sumber foto: http://static.inilah.com/data/berita/foto/1987871.jpg
Document edited with HTML-Cleaner.com

Tuesday, July 2, 2013

Mulut Tanpa ‘Keterikatan’

Wanita Pesolek, Mengikat Nafsu 'Makan'
Apa istimewanya warung itu? Cuman warung sedang-sedang saja. Pinggiran jalan. Tapi pikiranku mengatakan banyak keistimewaannya. 

Menunya lengkap, menu masakan tradisonal Sunda. Lalapan, pepes ikan, ayam, oncom tahu, karedok, dan sederet menu lainnya. Satu meja ukuran 1 x 3 meter, penuh lauk pauk yang membangkitkan tetesan air liur. 

Meski dikatakan harganya tidak murah, namun warung makan ini banyak disinggahi para pejalan yang melintas di jalan yang selalu padat merayap itu. 

Lalu Apa Hubungannya dengan Keterikatan?

Keterikatan yang saya maksudkan kira-kira begini. Saat nafsu makan kita muncul, hal yang harus dilakukan adalah memenuhinya dengan menyantap makanan. Jika tidak dipenuhi, maka kita akan merasa lemah, lapar. Namun apabila tidak merasakan lapar, perut terasa penuh karena telah diisi, namun masih saja ‘ngotot’ untuk melampiaskan makan. Entah karena makanannya yang menggiurkan, ataupun karena keinginan mampir semata karena warung itu ‘menyejukkan,’ inilah keterikatannya. Keterikatan hati kita yang memaksa untuk tetap makan dalam kondisi tidak siap/ perlu makan.

“Saya seharusnya mampir ke warung itu untuk makan.” (Padahal saat itu saya tidak merasakan lapar, karena belum lama perut sudah terisi makanan).

Begitu pikiran itu muncul, Saya berkata pada diri sendiri, ”Saya tidak lapar, mengapa saya ingin melakukannya? Ah, ini pasti bukan diri saya. Bukan pikiran saya yang sebenarnya.”

“Ahk saya harus mampir, makanan di warung itu sungguh enak mengundang selera, makan sedikit bolehlah,” demikian terus menerus.

“Tidaaakk. Saya tidak lapaarr,” pikiran saya menolaknya dengan tegas.
Seketika itupun keinginan “makan” menjadi sangat lemah. Semakin melemah. Saat kemudian muncul kembali menggoda, saya sudah dapat sepenuhnya mengendalikannya. Lambat-laun pikiran itupun hilang. 

Saya pikir, pikiran ini memiliki jiwa pada dimensi lain. Pada dimensi lain itu pikiran tumbuh dan berkembang seperti manusia. Mulai dari kecil, dan “tumbuh“ makin besar, bertambah besar. Semakin pikiran itu bertambah besar, semakin sulit untuk memadamkannya. Sulit untuk mengendalikannya.

Saat pikiran dimensi lain itu tidak dikendalikan, maka kita sebenarnya tengah memberinya energi untuk ‘dirinya’ tumbuh makin besar. Bahkan bisa menguasai pikiran kita sendiri. Olehkarenanya kita harus dengan jelas dan segera menyadarinya bahwa ‘pikiran di dimensi lain’ itu bukanlah diri kita yang sebenarnya. Cara ini memungkinkan kita dapat menyingkirkannya lebih cepat. Sehingga kita dapat selalu mengenali mana pikiran kita yang sebenarnya, mana yang pikiran ber-keterikatan. 

Pikiran yang mengendalikan, bukanlah Keterikatan yang pegang kemudinya. Termasuk soal ‘makan’ tadi. Makan hingga mencapai taraf “Makan tetapi tidak merasakan, mulut bebas dari keterikatan.”(HY III)